Apa yang terjadi dan apa yang terpikirkan

26/02/16

Boy Overboard; Melihat konflik dalam kacamata anak – anak



Saya sangat mengagumi karya Morris Gelitzman. Jika kita membaca karyanya satu judul saja, maka kita akan sepakat bahwa dia memiliki kaca mata anak – anak. Saat pertama kali melihat cover dan judul buku ini, saya mengira isinya pastilah tentang seorang anak pemain sepak bola yang sukses bermain ke tingkat internasional. Namun ternyata, cover dan judulnya kurang representative dengan isinya. Sungguh, novel anak – anak ini berbau serius. 

Penulis membangun setting ceritanya di Afganistan. Bukan hal yang mudah bagi anak – anak untuk tinggal di daerah konflik. Di lapangan bermain mereka dapat ditemukan puing – puing tank, bangkai pesawat tempur yang ditembak jatuh, granat, bahkan ranjau darat! Melalui sepak bola, si tokoh ingin menunjukkan kepada dunia bahwa negaranya juga memiliki pemain berbakat. Dengan menjadi pemain sepak bola, dia berharap konflik di negaranya akan berakhir. Ya, seandainya saja memang semudah itu.
Si tokoh, Jamal dan adiknya, Bibi sangat menyukai sepak bola. Namun di Afganistan, anak perempuan dilarang bermain sepak bola. Penulis melukiskan bahwa peraturan pemerintah Negara itu sangatlah kejam dan mengekang. Bahkan disana tidak boleh ada musik ataupun televisi. Begitupula sekolah. Ibu jamal dan Bibi membuat rumah mereka menjadi sekolah secara sembunyi – sembunyi. Namun sayang, pemerintah akhirnya mengetahui hal itu. Untunglah mereka segera memutuskan untuk kabur karena rumah mereka akhirnya di bom! Perjalanan tidak mudah. Ibu mereka tertangkap dan akan ditembak mati di stadion sepak bola dan disaksikan banyak orang. Untung saja Ayah mereka yang seorang supir taksi menerobos masuk dan menabrak para penjaga, dia berhasil menyelamatkan Ibu.
Novel ini cukup mendebarkan karena pembaca seolah terperangkap dalam tubuh Jamal dan memiliki pemikiran khas anak – anak. Ketika Jamal mengejar pencuri bolanya, dia tersesat di antara tenda – tenda pengungsi dan dia tidak tahu jalan pulang. Saya ikut cemas dan membayangkan betapa mengerikannya hal itu.
Dan ketika Jamal dan Bibi terpisah dari Ayah Ibu mereka. Ayah dan Ibu naik kapal yang lain, sementara mereka di kapal yang satunya. Bayangkan saja, mereka tidak mungkin locat dari kapal dan mengejar kapal orangtua mereka. Mereka harus bertahan dan saling menguatkan dalam perjalanan jauh sebagai pengungsi menuju Australia yang entah dimana. Sekilas tokoh Jamal dan Bibi mirip Ranfi dan Veera dalam serial tv dari India berjudul Veera yang sedang ditayangkan salah satu stasiun tv saat ini.
Penulis begitu piawai menciptakan tokoh, sehingga terlihat begitu nyata. Endingnya benar – benar mengharukan. Kapal yang ditumpangi orangtua mereka dikabarkan tenggelam, namun selalu ada keajaiban, syukurlah orangtua mereka selamat. Meskipun demikian, mereka sesungguhnya tidak berada di Australia. Mereka dikumpulkan di satu pulau di samudra pasifik, tanpa kejelasan akan masa depan.  

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

My Badge

Establishing Academic Writing Centers 2020

Awarded: Jan 4, 2021

VERIFY

About Me

Saya adalah alumnus Universitas Negeri Medan (S1) dan Universitas Negeri Malang (S2) jurusan Pendidikan Biologi. Hobi menulis fiksi, volunteering dan travelling. Instagram : @dyah_kusuma07

Popular Posts

-

-

Cari Blog Ini

Copyright © Hari Ini | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com