Apa yang terjadi dan apa yang terpikirkan

25/02/16

Coloured Lights; Mengenal Sudan



Begitu membaca cerpen pertama dari kumpulan cerpen ini, saya berharap bisa membacanya terus menerus, bahkan tidak perlu berhenti hanya untuk ke kamar mandi. Kumpulan cerpen yang memenangkan CAINE Prize tahun 2000 ini ditulis oleh seorang wanita Sudan, Leila Aboulela. Leila merajut gagasan yang – tampaknya- merupakan buah perasaannya secara rapi dan mengalir. Saya hanyut mengikuti kemanapun si penulis mengalirkan ceritanya. Cerita pertama dalam buku ini –yang juga merupakan judul buku- adalah coloured lights (lampu warna – warni).
Dalam cerita ini, penulis menciptakan tokoh seorang wanita Sudan asli yang tinggal di Inggris. Cuplikan – cuplikan masa lalu hadir tiba – tiba karena dia melihat sesuatu yang mirip di Charing Cross Road, London. Lampu. Ya, di Khortum, asal si tokoh, setiap akan dilangsungkan pesta pernikahan, maka rumah mempelai pria akan dihiasi lampu warna warni, seperti lampu yang sedang di pajang di etalase toko di Charing Cross Road.  Si tokoh teringat akan Abangnya, Taha yang meninggal tepat disaat acara pernikahannya. Selain kesedihan, penulis juga menawarkan inspirasi kepada pembacanya. Setelah Taha meninggal, Ayahnya membuatkan sekolah untuk mengenang putranya itu. Begitupula Ibunya, dia menyediakan air didalam zeer, penci dari tanah liat, dan diletakkan di bawah pohon di depan rumah. Air itu menjadi sejuk karena diletakkan di dekat tumbuhan. Sepanjang hari, orang – orang yang lewat dan kepanasan, boleh meminum airnya. Ternyata hal yang sama juga dilakukan di Inggris, hanya saja disana air bukanlah sesuatu yang langka. Orang – orang di Inggris membangun kursi untuk mengenang yang sudah meninggal, dan orang yang kelelahan boleh duduk disana.
Ada cerita yang mengetuk hati saya, berjudul ‘Tamu’. Cerita ini berkisah tentang seorang dokter muda, Amina, yang senang membantu. Suatu kali dia berkunjung ke rumah salah satu pasiennya, seorang anak bernama Hassan yang lumpuh akibat folio. Dia begitu miris melihat keadaan rumah keluarga miskin itu. Dia kesana untuk memberikan baju yang layak pada Hassan, sekaligus memberikan penyuluhan tentang cara KB kepada para tetangga yang antusias dengan kedatangannya. Karena kehabisan bahan cerita, Amina akhirnya membahas tentang peraturan bahwa gula akan dijatah di Negara itu. Padahal dia tahu sendiri bahwa keluarga miskin pasti tidak mampu membeli gula. Sebelum pulang, Amina didesak Ibunya Hassan untuk menuliskan denah rumahnya agar mereka bisa kunjungan balasan.
Tanpa diduga, mereka datang! Hassan yang terpincang – pincang dan Ibunya. Amina merasa malu karena dia mengira mereka datang untuk mengemis. Diam – diam dia menyesal karena sudah menjalin silaturahmi dengan keluarga miskin itu. Apalagi hari itu, tunangannya Amina akan datang bersama keluarganya. Amina menjadi sangat kesal dengan Hassan dan Ibunya. Yang lebih mengejutkan, mereka membawa oleh – oleh dalam ember kaleng. Dengan jijik, Amina menduga isinya pasti gorengan yang membuat perut mual. Namun, apakah kalian tahu isinya? Hmm..isinya.. Gula. Air mata saya tergenang, kulit saya meremang karena ending cerita ini mengetuk hati saya. Saya membayangkan bagaimana perjuangan Ibunya Hassan mengumpulkan uang untuk membeli seember gula. Sungguh diluar dugaan.
Ada tiga belas cerita dalam kumpulan cerpen ini dan semuanya memiliki isi yang mendalam. Kebanyakan tentang bagaimana kehidupan seorang Sudan yang tinggal di Inggris dan selebihnya tentang cinta dan kemanusiaan. Tentu saja dibalut nuansa islami.

Social Profiles

Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email Pinterest

My Badge

Establishing Academic Writing Centers 2020

Awarded: Jan 4, 2021

VERIFY

About Me

Saya adalah alumnus Universitas Negeri Medan (S1) dan Universitas Negeri Malang (S2) jurusan Pendidikan Biologi. Hobi menulis fiksi, volunteering dan travelling. Instagram : @dyah_kusuma07

Popular Posts

-

-

Cari Blog Ini

Copyright © Hari Ini | Powered by Blogger
Design by Lizard Themes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com