Sebelum
bercerita tentang Beasiswa Unggulan, saya ingin membagikan secuil
latar belakang motivasi saya. Hanya berupa pengalaman sederhana.
Jika
saya tidak memperoleh beasiswa, maka saya akan bersekolah dengan penuh rasa
bersalah. Begitulah yang selalu saya tanamkan pada diri saya. Sebagai anak
pertama dari empat bersaudara, saya selalu berusaha untuk memprioritaskan
kebutuhan adik – adik karena saya lebih tua dan seharusnya membantu orang tua,
bukan sebaliknya. Oleh karena itu saya mencari beasiswa untuk sekolah. Sedapat
mungkin, tidak perlu meminta pada mereka, meskipun orang tua selalu memenuhi
permintaan saya.
Apa
yang bisa menjamin saya untuk memperoleh beasiswa? Pertanyaan itu muncul sejak
saya duduk di sekolah dasar. Guru saya memberi tahu bahwa jika saya
berprestasi, maka akan ada orang yang ingin membayar uang bp3 (iuran
operasional sekolah) saya. Saya belajar sungguh – sungguh untuk menjadi yang
terbaik di kelas. Sejak kelas empat SD, saya selalu menjadi Si Nomor Satu di
kelas saya. Oleh sebab itu, saya memperoleh kesempatan mendapat beasiswa Delta
Peduli hingga kelas enam SD. Sungguh menyenangkan bisa meringankan beban orang
tua, apalagi saat itu sedang terjadi krisis moneter.
Ketika
SMP, saya tidak mendapat kesempatan memperoleh beasiswa. Namun saya memiliki
usaha lain untuk mencari uang. Saya menulis di Koran. Honor tulisan saya yang
berupa cerpen dan puisi cukup untuk membayar uang spp (50 ribu perbulan) dan membayar
LKS. Ini juga saya lakukan hingga duduk di bangku SMA. Bahkan saya menjadi
reporter magang di salah satu Koran lokal di Medan. Pengalaman saya menulis dan
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, akhirnya membuat saya terpilih
untuk memperoleh beasiswa dari PDAM TIRTANADI SUMUT.
Berdasarkan
pengalaman tersebut, saya akhirnya menyadari bahwa untuk memperoleh beasiswa, yang
kita butuhkan bukan hanya prestasi akademik, namun juga prestasi non-akademik dan
pengalaman berorganisasi. Hal inilah yang menjadi pembeda dan nilai jual dari seseorang
untuk berkompetisi dalam berburu beasiswa.
Oleh
sebab itu, saya semakin giat menulis dan mengikut sertakan karya saya dalam
lomba penulisan. Selama kuliah S1, saya tidak hanya menulis fiksi, namun juga
non-fiksi seperti artikel dan karya tulis. Beasiswa yang saya peroleh selama
kuliah S1 adalah PPA dari DIKTI. Saya memperolehnya selama tiga periode (enam
semester). Sementara untuk dua semester sisanya, saya mencoba beasiswa dari
Data Print yang diberikan sekali tiap periode. Alhamdulillah saya memperolehnya
tiga kali.
Pelajaran
berharga yang saya peroleh selama berburu beasiswa adalah niat tulus membantu
orang tua dan ridho orang tua akan membuka jalan dan mempermudah segala urusan
untuk memperoleh apa yang kita butuhkan. Saya percaya, apapun yang kita butuhkan
dalam hidup ini, pasti kita dapatkan, hanya saja mungkin diganti dengan yang
lebih baik atau ditunda untuk saat yang terbaik.
Beasiswa Pascasarjana,
Mungkinkah Saya Memperolehnya?
Sehari setelah wisuda,
saya sebenarnya sudah membuat catatan beasiswa apa saja yang tersedia untuk
studi pascasarjana dalam negeri. Dua diantaranya adalah LPDP dan Beasiswa
Unggulan. Ketika saya menilik Universitas tujuan beasiswa, maka saya memilih
untuk mencoba Beasiswa Unggulan karena sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan pemberi beasiswa tersebut, yaitu Universitas yang dituju berkakreditasi
A dan program studi juga berakreditasi A. Sementara pada beasiswa LPDP,
Universitas yang saya tuju tidak termasuk dalam daftar Universitas yang
diprioritaskan. Oleh sebab itu, saya lebih berpeluang pada Beasiswa Unggulan. Saya
apply beasiswa ini, namun pengumuman diterima atau tidak sebagai penerima
beasiswa akan diberitahukan pada bulan Agustus. Itu artinya saya sudah
berkuliah selama menunggu pengumuman beasiswa. Tidak apa, dapat atau tidak,
semua tergantung rencana Allah.
Apa bekal untuk memperoleh beasiswa ini? Seperti namanya,
Beasiswa Unggulan untuk masyarakat berprestasi, yaitu harus memiliki prestasi
baik akademik maupun non-akademik. Ketika itu syaratnya adalah IPK 3.0, TOEFL
ITP 450 dan prestasi non-akademik minimal tingkat nasional (karena menu yang
tersedia hanya prestasi tingkat nasional). Ada pula isian tentang organisasi
yang diikuti dan proposal. Pertama kali apply, saya bingung dengan proposal
yang dimaksud. Saya mencari blog penerima Beasiswa Unggulan dan menemukan blog
Mas Teguh. Saya pun berdiskusi dengan beliau melalui email hingga akhirnya saya
dapat menyusun proposal tersebut. Setelah apply, selanjutnya adalah menunggu
pengumuman untuk seleksi wawancara untuk kandidat yang terpilih. Alhamdulillah
saya menerima email untuk seleksi wawancara dan verifikasi berkas. Saya membawa
seluruh berkas yang saya tuliskan di formulir pendaftaran dan untuk membuktikan
prestasi non-akademik dari menulis, disamping sertifikat, saya juga menyertakan
print out dari website yang memuat pengumuman pemenang lomba penulisan yang
saya ikuti. Proses wawancara yang saya hadapi hanya seputar rencana penelitian
untuk tesis saya dan beberapa pertanyaan mengenai prestasi menulis saya. Wawancara
ini mungkin berbeda – beda tiap kandidat. Proses selanjutnya adalah penandatanganan
kontrak bagi yang lulus seleksi.
Menurut saya, seleksi beasiswa ini tidak rumit dan sangat
sederhana. Ada hal menarik yang mengesankan bagi saya ketika penandatanganan
kontrak, yaitu pernyataan bahwa hubungan penerima beasiswa dengan pemberi
Beasiswa Unggulan ibarat Ayah dan anak. Jadi penerima beasiswa tidak dibebankan
melakukan CSR ataupun pengabdian setelah menerima beasiswa. Hanya saja wajib
melaporkan KHS, laporan perkembangan dan laporan dana agar “Ayah” dapat
mengevaluasi perkembangan “Anak”. Tidak ada format khusus untuk berkas beasiswa
ini, sehingga lebih fleksibel. Beasiswa
akan langsung ditransfer ke rekening penerima Beasiswa dan saran saya,
cantumkan nomor rekening yang belum pernah digunakan untuk apply beasiswa PPA karena
saya sempat diminta untuk mengganti nomor rekening karena nomor rekening saya
pernah mendapatkan beasiswa PPA (bersumber dari APBN).